Penerapan Syariat Islam di Aceh Dalam Bingkai Tata Negara Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945

Artikel by: ust.Bustami Ahmad, S.Ag.,M.Pd

Penerapan Syariat Islam di Aceh dalam Bingkai Tata Negara Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945” beserta dalil, dan pandangan ulama


PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH DALAM BINGKAI TATA NEGARA BERDASARKAN PANCASILA DAN UUD 1945: SEBUAH TINJAUAN YURIDIS-FORMAL DAN TEOLOGIS

Abstrak

Penerapan Syariat Islam di Provinsi Aceh merupakan suatu kekhususan dalam sistem kenegaraan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis secara yuridis-formal dan teologis, bagaimana pelaksanaan Syariat Islam di Aceh dibingkai dalam sistem hukum nasional, serta ditopang oleh dalil-dalil keagamaan dan pandangan ulama. Metodologi penelitian menggunakan pendekatan normatif dengan studi pustaka terhadap peraturan perundang-undangan dan literatur keislaman klasik dan kontemporer.


Pendahuluan

Aceh memiliki kedudukan istimewa dalam konteks keindonesiaan, salah satunya adalah kewenangan untuk menyelenggarakan Syariat Islam sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Penerapan ini sering menjadi diskursus antara sistem hukum nasional dan sistem hukum Islam. Namun, dalam bingkai Pancasila dan UUD 1945, penerapan tersebut justru menjadi bentuk konkret dari pengakuan atas keragaman lokal serta pelaksanaan kebebasan beragama.


Dasar Yuridis Penerapan Syariat Islam di Aceh

Secara formal, pelaksanaan Syariat Islam di Aceh memiliki dasar hukum sebagai berikut:

  1. Undang-Undang Dasar 1945

    • Pasal 18B ayat (1):
      "Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa yang diatur dengan undang-undang."

    • Pasal 29 ayat (1) dan (2):
      "(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."

  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA)

    • Pasal 125 ayat (1):
      “Syariat Islam merupakan bagian dari hukum nasional yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh untuk seluruh pemeluk agama Islam.”
  3. Qanun-Qanun Syariat Islam

    • Qanun No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat
    • Qanun No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Bidang Aqidah, Ibadah, dan Syiar Islam
    • Qanun lainnya terkait pendidikan, ekonomi, dan peradilan syariat.

Syariat Islam dalam Bingkai Pancasila

Pancasila sebagai dasar negara tidak bertentangan dengan pelaksanaan Syariat Islam. Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” justru merupakan fondasi penerapan nilai-nilai agama secara substantif dalam kehidupan berbangsa.

Menurut Prof. Dr. H. A. Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI, "Pancasila bukan agama, tetapi memberi tempat bagi agama untuk hidup subur dan berkembang." Dalam konteks ini, penerapan syariat di Aceh adalah pengejawantahan dari Sila Pertama.


Dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis Tentang Kewajiban Menjalankan Syariat

1. Al-Qur’an

Surah Al-Maidah: 48
وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka..."

Surah Al-Jatsiyah: 18
ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا
"Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat dari urusan (agama), maka ikutilah syariat itu..."

2. Hadis Nabi SAW

حديث رواه مسلم:
مَن رَأَى مِنكُم مُنكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ، فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ، فَبِقَلْبِهِ، وَذَٰلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)


Pandangan Ulama dan Kitab Rujukan

  1. Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin menegaskan:

    “الدين أساس والسلطان حارس، وما لا أساس له فمهدوم وما لا حارس له فضائع”
    "Agama adalah fondasi dan pemerintahan adalah penjaganya. Apa yang tidak memiliki fondasi akan runtuh, dan yang tidak memiliki penjaga akan hancur."

  2. Syekh Yusuf al-Qaradawi dalam Fiqh Daulah menyatakan bahwa syariat Islam bisa ditegakkan dalam bingkai negara modern asalkan prinsip-prinsip keadilan, musyawarah, dan hak asasi manusia dijamin.

  3. Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh membahas bahwa hukum Islam dapat diterapkan secara bertahap sesuai dengan maqāṣid al-syarī‘ah (tujuan-tujuan hukum Islam) yakni: menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.


Harmonisasi dengan Konstitusi Negara

Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh bukan bentuk separatisme hukum, melainkan wujud dari keberagaman yang dijamin konstitusi. Keistimewaan Aceh adalah pengejawantahan dari prinsip desentralisasi asimetris yang memperkuat NKRI. Dengan demikian, syariat Islam di Aceh adalah bentuk konkret dari prinsip Unity in Diversity.


Kesimpulan

Penerapan Syariat Islam di Aceh adalah implementasi dari hak otonomi daerah istimewa yang dilindungi oleh UUD 1945 dan sejalan dengan Pancasila. Secara yuridis, telah diatur dalam UU No. 11 Tahun 2006 dan berbagai Qanun. Secara teologis, ditopang oleh dalil Al-Qur’an, Hadis, serta pandangan para ulama. Harmonisasi ini menjadi bukti bahwa Islam dan kebangsaan dapat berjalan sinergis.


Daftar Rujukan

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
  3. Qanun-Qanun Syariat Islam Aceh
  4. Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin
  5. Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh
  6. Yusuf al-Qaradawi, Fiqh Daulah
  7. Tim Litbang Depag RI. Ensiklopedi Islam Indonesia.
  8. Prof. Dr. H.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Hukum Islam . Redaksi:Islamic tekhno tv.Com


Posting Komentar untuk "Penerapan Syariat Islam di Aceh Dalam Bingkai Tata Negara Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945"