Berikut adalah artikel ilmiah yang Anda minta dengan judul:



---


Adakah Korelasi Hati dengan Pikiran dalam Penilaian Baik dan Buruk?


Abstrak


Penilaian terhadap baik dan buruk dalam tindakan manusia tidak hanya bersumber dari nalar rasional (akal), tetapi juga dari dimensi spiritual dan emosional, yaitu hati. Tulisan ini membahas korelasi antara hati dan akal dalam menentukan nilai baik dan buruk suatu perbuatan, serta solusi Islam dalam bingkai iman, ilmu, amal, dan ihsan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadis, dan pandangan ulama klasik.



---


Pendahuluan


Setiap manusia memiliki dua potensi besar dalam dirinya: akal (rasio) dan hati (qalb). Keduanya menjadi penentu dalam mengambil keputusan moral. Namun, apakah penilaian baik dan buruk hanya berdasarkan akal? Ataukah hati juga memiliki peranan sentral? Dalam Islam, hati bukan sekadar organ biologis, tetapi juga pusat spiritual dan moralitas. Kajian ini mencoba menjawab hubungan antara hati dan akal dalam menilai kebaikan dan keburukan.



---


Korelasi Hati dengan Akal


Hati (qalb) dan akal (ʿaql) dalam Islam memiliki kedudukan yang saling melengkapi. Akal diberi tugas untuk berpikir dan menganalisis, sedangkan hati untuk merasakan dan menangkap nilai-nilai ilahiah.


Allah berfirman dalam Al-Qur’an:


"وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ ٱلْجِنِّ وَٱلْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا..."

(Surah Al-A'raf: 179)


Artinya: “Dan sungguh, Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahannam banyak dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati (qalb) tetapi tidak dipergunakan untuk memahami...”


Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah dalam Ighatsatul Lahafan menyebutkan bahwa fungsi qalb lebih tinggi daripada sekadar perasaan; ia pusat pemahaman sejati yang tidak bisa dijangkau oleh akal semata.



---


Ketenteraman Jiwa dan Hati


Ketika hati bersih dan selaras dengan akal, maka muncul sakīnah (ketenteraman). Allah menegaskan:


"ٱلَّذِينَ آمَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ"

(Surah Ar-Ra’d: 28)


Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”


Imam al-Ghazali dalam Ihya' Ulumuddin menjelaskan bahwa hati yang dipenuhi zikrullah mampu membimbing akal agar tidak salah menilai.



---


Penilaian Baik dan Buruk dalam Timbangan Iman


Dalam Islam, penilaian terhadap suatu tindakan sebagai baik atau buruk bukan hanya secara rasional, tetapi berdasarkan iman. Rasulullah SAW bersabda:


"الإثمُ ما حاكَ في نفسِكَ، وكرِهْتَ أنْ يطَّلِعَ عليهِ النَّاسُ."

(HR. Muslim, no. 2553)


Artinya: "Dosa itu adalah sesuatu yang menggelisahkan jiwamu dan engkau benci jika orang lain mengetahuinya."


Hadis ini menegaskan bahwa hati yang bersih dapat mengenali keburukan, meski belum sempat dianalisis oleh akal.



---


Solusi dalam Konteks Iman, Ilmu, Amal, dan Ihsan


1. Iman (الإيمان):

Menyucikan hati dengan tauhid dan keyakinan kepada Allah sebagai fondasi semua penilaian moral.


Dalil:

"يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ، إِلَّا مَنْ أَتَى ٱللَّهَ بِقَلْبٍۢ سَلِيمٍۢ"

(Surah Ash-Shu'ara: 88–89)


“Pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.”



2. Ilmu (العلم):

Membimbing akal agar terarah kepada kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu.


Imam Syafi’i berkata dalam Diwan-nya:

"العِلمُ ما نَفَعَ، لَيسَ العِلمُ ما حُفِظَ"

“Ilmu itu adalah yang bermanfaat, bukan yang hanya dihafal.”



3. Amal (العمل):

Mengimplementasikan ilmu dan iman dalam bentuk perbuatan nyata.


Dalil:

"مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ..."

(An-Nahl: 97)



4. Ihsan (الإحسان):

Mencapai level kesadaran spiritual tertinggi di mana penilaian baik dan buruk muncul dari rasa pengawasan batin.


Hadis Jibril:

"أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ"

(HR. Muslim)


“(Ihsan) adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.”





---


Pendapat Para Ulama dan Rujukan Kitab


Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin, Kitab Riyadhah al-Nafs, menjelaskan bahwa hati adalah raja dalam tubuh manusia, sedangkan akal adalah wazir (penasihat).


Ibnu Qayyim dalam Madarijus Salikin menyatakan bahwa akal tanpa hati seperti cahaya tanpa arah, sedangkan hati tanpa akal seperti arah tanpa cahaya.


Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa menyebut bahwa penilaian akal bisa salah jika hati dipenuhi hawa nafsu.




---


Kesimpulan


Penilaian baik dan buruk dalam Islam tidak bisa dipisahkan dari kolaborasi antara hati dan akal. Hati yang bersih dan terarah dengan iman akan membimbing akal untuk menetapkan keputusan yang selaras dengan syariat. Dalam konteks Islam, solusi atas ketidakseimbangan hati dan akal adalah dengan membina diri dalam iman, memperdalam ilmu, beramal shaleh, dan mencapai tingkatan ihsan. Hanya dengan itu, ketenteraman hati dan akal yang harmonis dapat membentuk insan kamil yang berakhlakul karimah.



---


Jika Anda ingin versi dokumen Word atau PDF untuk artikel ini, atau ingin dikembangkan lagi menjadi jurnal atau bahan presentasi, saya bisa bantu lanjut.


Posting Komentar untuk " "