Tata Cara Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal dalam Islam: Metode Hisab dan Rukyat by. ust. Bustami Ahmad,S.Ag.,M.Pd
Penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan bulan-bulan Hijriyah lainnya dalam Islam adalah aspek penting dalam ibadah umat Muslim. Dalam sejarah dan praktiknya, terdapat dua metode utama yang digunakan, yaitu metode Hisab (perhitungan astronomi) dan metode Rukyat (pengamatan hilal atau bulan sabit muda). Kedua metode ini memiliki dasar dalam syariat Islam serta keterkaitan dengan ilmu astronomi modern.
I. Metode Hisab (Perhitungan Astronomi)
Metode Hisab adalah pendekatan dalam menentukan awal bulan dengan menggunakan perhitungan astronomi berdasarkan pergerakan bulan mengelilingi bumi. Hisab digunakan untuk mengetahui posisi hilal tanpa perlu melihat langsung ke langit.
1. Dasar Dalil dan Pandangan Ulama
Hisab berkembang seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Namun, sebagian ulama mengacu pada dalil-dalil tertentu yang lebih menekankan metode rukyat. Berikut beberapa dalil yang terkait dengan metode Hisab dan perhitungan kalender Islam:
Hadis Nabi SAW:
Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi, tidak menulis dan tidak menghitung (menggunakan ilmu perbintangan). Bulan itu adalah demikian, demikian, dan demikian – yakni kadang 29 hari dan kadang 30 hari."
(HR. Bukhari No. 1913 dan Muslim No. 1080)
Hadis ini sering digunakan sebagai dasar untuk mendahulukan metode rukyat. Namun, ulama kontemporer menafsirkan bahwa umat Islam tidak lagi ummi dalam bidang ilmu falak, sehingga perhitungan astronomi dapat digunakan.
Pendapat Ulama Fikih:
Mazhab Hanafi dan Maliki: Lebih cenderung mengutamakan rukyat, tetapi tidak menolak perhitungan jika sudah mencapai tingkat akurasi tinggi.
Mazhab Syafi'i: Hisab bisa digunakan dalam keadaan tertentu, terutama jika cuaca mendung.
Mazhab Hanbali: Umumnya lebih ketat dalam memegang rukyat dan menolak hisab dalam praktik utama.
2. Jenis-Jenis Hisab
Metode hisab memiliki beberapa kategori yang berbeda dalam ketelitian perhitungannya:
1. Hisab Urfi: Perhitungan sederhana dengan membagi satu bulan Hijriyah menjadi 29 atau 30 hari secara bergantian tanpa memperhitungkan posisi bulan.
2. Hisab Tahqiqi: Perhitungan yang lebih akurat dengan memperhitungkan posisi bulan dan matahari berdasarkan ilmu astronomi.
3. Hisab Imkanur Rukyat: Metode gabungan antara perhitungan astronomi dan kemungkinan terlihatnya hilal.
3. Kaitan Hisab dengan Astronomi Modern
Dalam astronomi modern, posisi hilal dapat diprediksi dengan akurasi tinggi menggunakan data sebagai berikut:
Ijtimak (Konjungsi): Saat bulan berada sejajar dengan matahari sebelum terlihat di ufuk.
Ketinggian Hilal: Minimal 2–3 derajat di atas cakrawala agar dapat terlihat.
Elongasi Hilal: Sudut antara bulan dan matahari yang mempengaruhi visibilitas bulan sabit.
Organisasi seperti Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dan International Astronomical Union (IAU) telah menetapkan bahwa hilal bisa terlihat jika memiliki elongasi minimal 6,4 derajat dan ketinggian minimal 3 derajat.
II. Metode Rukyat (Pengamatan Hilal)
Metode Rukyat adalah pendekatan yang dilakukan dengan mengamati bulan sabit muda setelah matahari terbenam pada tanggal 29 bulan Hijriyah. Jika hilal terlihat, maka keesokan harinya adalah awal bulan baru. Jika tidak, maka bulan digenapkan menjadi 30 hari.
1. Dasar Dalil dan Hadis
Metode rukyat didasarkan pada beberapa dalil utama, di antaranya:
Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 185:
"Maka barang siapa di antara kamu melihat hilal (bulan Ramadhan), maka hendaklah ia berpuasa."
(QS. Al-Baqarah: 185)
Hadis Nabi SAW:
"Berpuasalah karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika hilal tertutup oleh mendung, maka sempurnakanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari."
(HR. Bukhari No. 1909 dan Muslim No. 1081)
Hadis ini menjadi dasar kuat bagi penggunaan metode rukyat dalam penentuan awal bulan.
2. Proses dan Persyaratan Rukyat
Rukyat dilakukan pada hari ke-29 setiap bulan Hijriyah setelah matahari terbenam. Berikut adalah ketentuan utama:
Dilakukan oleh orang yang ahli dalam melihat hilal.
Pengamatan dilakukan di tempat yang bebas dari polusi cahaya dan gangguan atmosfer.
Dapat dilakukan dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu seperti teleskop.
3. Tantangan dalam Rukyat
Cuaca Buruk: Mendung dan hujan dapat menghalangi pandangan terhadap hilal.
Fenomena Astronomi: Hilal yang sangat tipis atau rendah di ufuk sulit untuk diamati dengan mata telanjang.
Perbedaan Kriteria Visibilitas: Setiap negara memiliki standar yang berbeda mengenai batas minimal visibilitas hilal.
III. Perbandingan Hisab dan Rukyat dalam Penentuan Awal Bulan
IV. Kesimpulan dan Pendekatan Kompromi
Dalam dunia Islam saat ini, banyak negara dan organisasi Islam mengadopsi metode Imkanur Rukyat, yaitu perpaduan antara hisab dan rukyat. Hal ini memungkinkan penggunaan perhitungan astronomi sebagai panduan, tetapi tetap mengutamakan rukyat sebagai verifikasi.
Beberapa organisasi seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama (NU) di Indonesia memiliki pendekatan berbeda:
Muhammadiyah cenderung menggunakan hisab.
NU lebih mengutamakan rukyat.
Pemerintah melalui Kementerian Agama RI menggunakan metode imkanur rukyat untuk mencari titik temu.
V. Buku dan Kitab Rujukan
1. Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu – Wahbah Zuhaili
2. Al-Majmu' Syarh Al-Muhadzdzab – Imam An-Nawawi
3. Fathul Bari – Ibnu Hajar Al-Asqalani
4. Tafsir Al-Qurthubi – Imam Al-Qurthubi
5. Hisab dan Rukyat dalam Islam – Prof. Dr. Thomas Djamaluddin
6. Fiqh Sunnah – Sayyid Sabiq
Dengan memahami kedua metode ini secara ilmiah dan syar’i, umat Islam dapat lebih bijak dalam menyikapi perbedaan dan tetap menjaga ukhuwah Islamiyah.
Redaksi: Islamic tekhno tv.com
Posting Komentar untuk "Metode Hisab dan Rukyat Ramadhan dan Syawal"