Adat Budaya Masyarakat Aceh: Tradisi Baju Baru dan Kue Hari Raya dalam Perspektif Islam
Pendahuluan
Masyarakat Aceh memiliki tradisi yang khas dalam menyambut Hari Raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Salah satu kebiasaan yang masih kuat bertahan hingga kini adalah kesiapan dalam menyambut tamu dengan pakaian baru dan suguhan kue khas. Tradisi ini bukan hanya bagian dari budaya, tetapi juga memiliki dimensi sosial, ekonomi, dan keagamaan. Dalam Islam, perayaan Hari Raya memiliki makna kebahagiaan, dan umat dianjurkan untuk menunjukkan kegembiraan serta berbagi dengan sesama. Artikel ini akan mengulas tradisi tersebut dalam perspektif Islam serta mengemukakan dalil-dalil dan pandangan ulama Aceh terdahulu.
Tradisi Baju Baru dalam Menyambut Hari Raya
Masyarakat Aceh sejak dahulu percaya bahwa memakai pakaian baru pada Hari Raya adalah simbol kesucian dan kebahagiaan. Hal ini didasarkan pada ajaran Islam yang menganjurkan umat Muslim untuk berhias dan mengenakan pakaian terbaik saat Idul Fitri dan Idul Adha.
Dalam hadis Rasulullah ﷺ disebutkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيدٍ، جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ
Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya hari ini adalah hari raya yang Allah jadikan untuk kaum Muslimin. Maka barang siapa yang mendatangi shalat Jumat (atau shalat Id), hendaklah ia mandi, memakai wewangian jika ada, dan bersiwak." (HR. Ibnu Majah No. 1098)
Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menyebutkan bahwa berpakaian rapi dan memakai pakaian terbaik saat Hari Raya adalah bagian dari sunnah yang dianjurkan:
وَأَمَّا فِي يَوْمِ الْعِيدِ فَإِنَّهُ يَسْتَحِبُّ التَّزَيُّنُ فِيهِ وَإِظْهَارُ السُّرُورِ وَاللُّبْسُ مِنْ أَحْسَنِ الثِّيَابِ
(Adapun pada Hari Raya, maka dianjurkan untuk berhias, menampakkan kegembiraan, dan mengenakan pakaian terbaik) (Ihya’ Ulumuddin, Juz 2, Hal. 158).
Ulama Aceh terdahulu, seperti Teungku Muhammad Daud Beureueh dalam berbagai pengajiannya, juga menegaskan pentingnya berpakaian rapi dan bersih sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan.
Tradisi Kue Hari Raya sebagai Bentuk Jamuan dan Kebersamaan
Selain baju baru, masyarakat Aceh juga memiliki kebiasaan menyajikan berbagai jenis kue khas saat Hari Raya. Sajian ini bukan sekadar makanan, tetapi juga melambangkan kehormatan bagi tamu dan mempererat tali silaturahmi.
Dalam Islam, menjamu tamu merupakan akhlak yang terpuji, sebagaimana dalam hadis Rasulullah ﷺ:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya." (HR. Bukhari No. 6018, Muslim No. 47).
Dalam kitab Tafsir Al-Munir, Syekh Wahbah Az-Zuhaili menafsirkan bahwa menjamu tamu adalah bentuk penghormatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an:
فَرَاغَ إِلَىٰ أَهْلِهِ فَجَآءَ بِعِجْلٍۢ سَمِينٍۢ فَقَرَّبَهُۥٓ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ
"Maka dia (Ibrahim) pergi dengan diam-diam kepada keluarganya, lalu datang dengan membawa daging anak sapi yang gemuk. Kemudian dia mendekatkan (hidangan itu) kepada mereka (tamu-tamunya), seraya berkata: 'Silakan kalian makan.'" (QS. Adz-Dzariyat: 26-27)
Dalam adat Aceh, kue-kue khas seperti kue bhoi, meuseukat, dodol, dan timpan sering disiapkan untuk menyambut tamu di Hari Raya. Ulama Aceh terdahulu seperti Teungku Syik di Tiro juga mengajarkan pentingnya berbagi makanan sebagai wujud kebersamaan dan penghormatan kepada sesama Muslim.
Pandangan Islam tentang Kewajiban atau Anjuran Tradisi Ini
Meskipun baju baru dan kue bukan kewajiban dalam Islam, tetapi keduanya dianjurkan sebagai bagian dari sunnah dalam menampakkan kegembiraan di Hari Raya. Namun, Islam juga mengajarkan keseimbangan dan tidak berlebihan dalam hal ini.
Allah SWT berfirman:
وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
"Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-An’am: 141)
Teungku Chik Pantee Kulu dalam kitabnya Tazkirat al-Anam menegaskan bahwa perayaan Hari Raya hendaknya dilakukan dengan penuh kebahagiaan tanpa melampaui batas:
إِنَّ الْفَرَحَ فِي يَوْمِ الْعِيدِ مَنْدُوبٌ وَلٰكِنْ لَا يُجَاوِزُ حَدَّهُ وَيُكْثِرُ مِنَ الصَّدَقَاتِ
(Sesungguhnya bergembira pada Hari Raya itu dianjurkan, tetapi jangan melampaui batas, dan perbanyaklah sedekah).
Kesimpulan
Tradisi memakai baju baru dan menyajikan kue di Hari Raya dalam masyarakat Aceh adalah bagian dari budaya yang selaras dengan ajaran Islam. Rasulullah ﷺ sendiri menganjurkan umatnya untuk berhias di Hari Raya dan menjamu tamu dengan baik. Namun, Islam juga mengingatkan agar tidak berlebihan dan tetap mengutamakan kepedulian sosial seperti berbagi dengan yang kurang mampu.
Berdasarkan pandangan ulama Aceh terdahulu, tradisi ini dapat terus dilestarikan sebagai bagian dari kearifan lokal yang tetap berlandaskan nilai-nilai Islam. Dengan memahami esensi dari tradisi ini, kita dapat menjadikannya sebagai sarana mempererat tali silaturahmi dan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
Referensi
1. Al-Qur'an dan Terjemahannya
2. Sunan Ibnu Majah
3. Shahih Bukhari
4. Ihya’ Ulumuddin – Imam al-Ghazali
5. Tafsir Al-Munir – Wahbah Az-Zuhaili
6. Tazkirat al-Anam – Teungku Chik Pantee Kulu
7. Pengajian Teungku Muhammad Daud Beureueh
Posting Komentar untuk "Tradisi Baje Baro dan Kuweh Urou Raya Dalam Perspektif Islam"